Asal usul sejarah printer – KETIKA orang-orang Cina pertama kali menemukan teknik percetakan pada abad ke-
14, mungkin ketika itu tidak terbayangkan kalau perkembangan teknik percetakan
dewasa ini akan maju sangat
pesat melebihi bayangan yang ada pertama kali ketika14, mungkin ketika itu tidak terbayangkan kalau perkembangan teknik percetakan
dewasa ini akan maju sangat
menemukan percetakan itu sendiri.
Percetakan sendiri mungkin merupakan
penemuan yang paling penting pada milenium lalu, walaupun sebenarnya
dampak yang ditimbulkannya pada perekonomian global tidak terlalu besar.
Sebaliknya, perkembangan jaringan Internet sendiri mungkin tidak memiliki signifikansi yang
sama dibanding dengan teknologi pencetakan (bandingkan misalnya dengan ditemukan percetakan bergerak yang ditemukan oleh Johann Gutenberg pada tahun 1450 yang memungkinkan Alkitab menjadi buku pertama yang diporduksi secara massal-Red), atau dampak yang juga signifikan dibanding dengan ditemukannya telegraf dan listrik.
Sebaliknya, perkembangan jaringan Internet sendiri mungkin tidak memiliki signifikansi yang
sama dibanding dengan teknologi pencetakan (bandingkan misalnya dengan ditemukan percetakan bergerak yang ditemukan oleh Johann Gutenberg pada tahun 1450 yang memungkinkan Alkitab menjadi buku pertama yang diporduksi secara massal-Red), atau dampak yang juga signifikan dibanding dengan ditemukannya telegraf dan listrik.
Tetapi, jaringan Internet memiliki dampak ekonomi yang sangat luas.
Salah satu alasannya adalah karena semakin menurunnya secara tajam biaya komunikasi dibanding teknologi sebelumnya, memungkinkan penggunaan secara meluas dan mendalam melalui berbagai liku-liku perekonomian nasional dan global.
Salah satu alasannya adalah karena semakin menurunnya secara tajam biaya komunikasi dibanding teknologi sebelumnya, memungkinkan penggunaan secara meluas dan mendalam melalui berbagai liku-liku perekonomian nasional dan global.
Kenyataan ini mengisyaratkan kepada
kita kalau sebuah penemuan yang tetap mahal, seperti yang terjadi pada
penemuan telegraf elektronik, akan memiliki dampak yang
sangat berkurang terhadap perekonomian maupun pada tingkatan penggunaan secara individual.
sangat berkurang terhadap perekonomian maupun pada tingkatan penggunaan secara individual.
Dewasa ini, berbagai bentuk pengurangan komunikasi, baik itu secara
tertulis, oral, maupun visual, yang secara cepat berubah menjadi sebuah rangkaian bilangan angka 1 (baca satu) dan 0 (baca nol), memiliki kekuatan untuk mendorong sebuah dunia yang penuh dengan pengetahuan (knowledge) yang sama radikalnya, setidaknya, dengan apa yang dilakukan oleh Gutenberg ketika menemukan teknik percetakan bergerak.
tertulis, oral, maupun visual, yang secara cepat berubah menjadi sebuah rangkaian bilangan angka 1 (baca satu) dan 0 (baca nol), memiliki kekuatan untuk mendorong sebuah dunia yang penuh dengan pengetahuan (knowledge) yang sama radikalnya, setidaknya, dengan apa yang dilakukan oleh Gutenberg ketika menemukan teknik percetakan bergerak.
Namun demikian, berbeda dengan
teknologi Gutenberg yang secara perlahan mulai terlihat meredup,
revolusi teknologi komunikasi informasi yang sekarang ini mewabah di
seluruh dunia, menghasilkan sebuah dunia baru yang instan dan berpotensi
tidak terkontrol dalam komunikasi satu-per satu individu. Persoalan ini
pun akhirnya menimbulkan berbagai pertanyaan yang langsung ke akar
berbagai pemikiran, para orang pintar dan bijak di berbagai negeri mulai
mempertanyakan siapa yang memiliki informasi?
Masyarakat spasial mulai tergantikan
dan berada pada posisi relokasi oleh munculnya sebuah masyarakat semu
(virtual). Sebuah tata ekonomi internasional baru mulai menata diri di
sekitar apa yang disebut sebagai cyberspace dan menantang secara
langsung otonomi negara-bangsa. Kalau kita kembali dan melihat ke
belakang sejarah dunia, misalnya, dampak teknologi komunikasi terhadap
pelaksanaan pengembangan kekuasaan sejak penemuan teknologi pencetakan,
secara konsisten menunjukkan adanya tantangan langsung terhadap para
pemimpin di negara-negara Barat untuk mengubah kebiasaan mereka.
Sama halnya seperti ketika berbagai
teknologi ditemukan, selalu menghasilkan perubahan dalam stratgei dan
taktik peperangan. Referensi yang paling cocok kembali lagi pada
penemuan teknologi pencetakan oleh Johann Gutenberg pada abad ke-15.
Percetakan secara mekanikal ketika itu, “dikutuk” sebagai “pengacau”
terhadap kekuasaan dan para penguasa alami ketika itu.
Ditemukannya teknologi percetakan,
jelas telah membantu Martin Luther untuk langsung menantang kekuasaan
Gereja Katolik, dan tentunya juga kegagalan kepemimpinan Paus Leo X.
Memang betul, pekerjaan Luther akan menjadi lebih sulit walaupun ada
percetakan sekali pun, kalau seandainya bukan karena tindakan seorang
paus serakah yang menjual kemewahan dan menjarah harta Vatikan.
Dalam konteks dan kecenderungan
seperti yang diuraikan, kita mencoba memahami bagaimana perkembangan
teknologi percetakan yang sekarang ini sangat dipengaruhi oleh
pertumbuhan revolusioner jaringan Internet dan digitalisasi di bidang
informasi dan komunikasi dengan munculnya berbagai jenis printer di
pasaran. Kalau mengikuti logika perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
baru dengan teknologi komunikasi informasi sebagai penggerak utamanya,
kita pun akan mengira kalau sebuah dunia nirkertas (paperless) akan
menjadi sebuah kenyataan di tengah gegap gempitanya digitalisasi.
Tetapi, dan ini yang aneh, ini tidak
terjadi. Tidak ada apa yang namanya dunia nirkertas, dan bahkan
kecenderungan yang muncul adalah digitalisasi menghasilkan lebih banyak
kertas dan lebih banyak tinta. Ketika Kompas berada di kantor Hewlett
Packard Indonesia di kompleks pertokoan Plaza Senayan beberapa saat lalu
dan melihat sebuah printer Deskjet 1220C (Kompas sendiri tidak memiliki
kesempatan untuk mencoba produk ini karena terjadi product
defect ketika pertama kali mengeluarkannya dari boks Deskjet 1220C) yang bisa dicetak di atas kertas ukuran A3 (ukuran 29,7 cm x 42 cm) dan menanyakan apa kegunaannya jenis printer seperti ini, salah satu salesman Hewlett Packard dengan seenaknya memberikan jawaban, “Untuk proofing warna dan color matching.”
defect ketika pertama kali mengeluarkannya dari boks Deskjet 1220C) yang bisa dicetak di atas kertas ukuran A3 (ukuran 29,7 cm x 42 cm) dan menanyakan apa kegunaannya jenis printer seperti ini, salah satu salesman Hewlett Packard dengan seenaknya memberikan jawaban, “Untuk proofing warna dan color matching.”
Menurut Kompas ini adalah jawaban
yang aneh. Ketika diteruskan dengan pernyataan adanya jaringan Internet
dan komputerisasi di berbagai perusahaan (di biro iklan maupun
percetakan, misalnya), sehingga sebenarnya tingkatan pekerjaan untuk
menyesuaikan warna dan mata rantai cetak mencetak bisa selesai dengan
digitalisasi, sang salesman Hewlett Packard ini pun masih dengan
seenaknya memberikan jawaban bahwa komposisi warna pada perangkat
komputer PC ada yang RGB dan CMYK, sehingga diperlukan printer agar
tidak terjadi perbedaan warna yang diinginkan, misalnya, kalau biro
iklan ingin memasukkan iklan berwarna di Harian Kompas.
Jawaban sang salesman Hewlett
Packard ini menjadi sulit untuk diterima akal kalau kita mengikuti
paradigma digitalisasi dan perkembangan pesat jaringan Internet.
Paradigma ini mengisyaratkan bahwa adanya dimensi ruang dan waktu yang
bisa dipangkas dan menyederhanakan pekerjaan secara menyeluruh,
sekaligus dari sisi ekonomi terciptanya penghematan. Mengenai komposisi
warna pada komputer PC antara RGB dan CMYK yang berbeda-beda, jelas
terjadi karena memang yang tidak dipikirkan penjaja printer Hewlett
Packard tadi adalah persoalan kalibrasi monitor komputer PC pada
masing-masing client harus dilakukan.
Dengan kalibrasi ini, maka warna
biru 88 persen, merah 91 persen, maupun hijau 66 persen yang diinginkan
oleh biro iklan ketika akan memasang iklan di media cetak yang dikirim
melalui file digital dengan memanfaatkan jaringan Internet atau jaringan
kerja metropolitan berkecepatan tinggi, akan diterima sesuai dengan
permintaan pemesan pemasangan iklan di bagian percetakan media tersebut.
Ini adalah esensi paling penting
dari dunia digitalisasi dan inter-koneksi yang sekarang terus
berkembang. Melalui kalibrasi, warna-warna tersebut akan tetap dibaca
dan diterima sebagai biru 88 persen, merah 91 persen, dan hijau 66
persen, dan tidak mungkin berubah-ubah tidak menentu.
Persaingan harga Namun demikian,
terlepas dari persoalan kalibrasi atau tidak, tulisan ini sendiri
mencoba untuk melihat dan memahami ke mana sebenarnya kecenderungan dan
arah yang ingin ditempuh printer-printer yang tersebar luas di pasaran
sekarang ini. Untuk jenis printer laser mungkin
perkembangan yang ada sekarang ini lebih mengarah pada persaingan
harga, ketimbang teknologi yang bisa dikembangkan lebih jauh di luar
kualitas cetakan dan kecepatan mencetak.
Ambil saja beberapa printer laser
buatan Canon, Epson, dan Hewlett Packard yang semuanya dijual dengan
harga yang berkisar antara 275 dollar AS sampai 365 dollar AS. Secara
teknologi, printer laser LBP-1000 buatan Canon, EPL-5800L buatan Epson,
maupun LaserJet 1000 buatan Hewlett Packard semuanya memiliki teknologi
yang sepadan dengan kecepatan mencetak rata-rata di bawah 30 detik
dengan resolusi teks antara 300-1200 dpi (dot per inch).
Pada kasus Canon
LBP-1000 memang terjadi pencetakan dengan waktu yang lebih lama karena
koneksi yang disediakan antara komputer PC dilakukan melalui sambungan
paralel. Ketika menguji kecepatan mencetak 21 halaman tulisan ini
menggunakan komputer PC pada prosesor Pentium 4 2,2GHz, Canon LBP-1000
memerlukan waktu yang
lebih lama pada kualitas 1.200 dpi, yaitu 02:34:989. Sedangkan pada kualitas 600 dpi, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan dokumen yang sama lebih cepat yaitu 02:15:780. Sedangkan pada printer Epson EPL-5800L, dokumen 21 halaman dicetak pada dua jenis kualitas yang berbeda (600 dpi dan 300 dpi) masing-masing menyesaikannya dengan selisih yang tidak begitu jauh, secara berturut-turut 02:21:156 dan 02:20:123.
lebih lama pada kualitas 1.200 dpi, yaitu 02:34:989. Sedangkan pada kualitas 600 dpi, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan dokumen yang sama lebih cepat yaitu 02:15:780. Sedangkan pada printer Epson EPL-5800L, dokumen 21 halaman dicetak pada dua jenis kualitas yang berbeda (600 dpi dan 300 dpi) masing-masing menyesaikannya dengan selisih yang tidak begitu jauh, secara berturut-turut 02:21:156 dan 02:20:123.
Dan pada printer LaserJet 1000 buatan HP
pada kualitas pencetakan 600 dpi dibutuhkan waktu 02:10:426. Memang
pada pencetakan teks, kecepatan 10 ppm (page per minute) merupakan hasil
maksimum yang bisa dicapai printer laser yang ditujukan untuk konsumen
tingkat low-end maupun bagi perusahaan skala kecil dan menengah. Dan
akhirnya, harga memang akan sangat menentukan (pada ketiga kelas ini, printer Epson
EPL-5800L dijual di pasaran sekitar 275 dollar AS, sedangkan printer
sejenis buatan Canon dan Hewlett Packard dijual dengan harga di atas 300
dollar AS).
Printer dengan teknologi laser
tampaknya memang akan terhenti sejenak karena di luar kecepatan dan
kualitas dpi, para produsennya mungkin tidak berminat untuk
mengembangkan lebih jauh misalnya untuk memperbaiki kualitas cetakan
setara dengan teknologi ink-jet yang sekarang menjadi sebuah
kecenderungan pesat dengan semakin terintegrasinya multimedia dalam
berbagai bentuk. Jadi, pada akhirnya yang terjadi adalah persaingan pada
perusahaan printer laser mana yang bisa menghemat biaya berbagai
komponennya untuk menyediakan printer jenis ini ke konsumen.
Cetak mencetak memang belum
menjelang ajal dan menjadi industri “sunset” dibanding misalnya industri
lain seperti fotografi atau film seluloid yang biasa digunakan pada
kamera 35 mm. Bagaimanapun juga, berbagai dokumen yang berkaitan dengan
masalah hukum, seperti kontrak, perjanjian kerja, dan sejenisnya, masih
tetap akan menjadi pegangan semua pihak dalam menjalankan usahanya yang
terkait dengan pihak-pihak lain.
Alasan lainnya, memegang kertas untuk masih tetap lebih nyaman dibanding membaca dari layar monitor.
Pada alasan ini terkiat persoalan portabilitas, kenyamanan, dan kebiasaan yang memang sulit untuk dicarikan penggantinya. Mungkin perlu juga dilakukan skala penggunaan dan kebiasaan, apakah di antara 10 orang yang memiliki PDA (Personal Digital Assistant) yang sekarang merupakan fenomena penting dalam perjalanan digitalisasi dan multimedia, ada di atas lima orang yang membaca di atas PDA-nya.
Pada alasan ini terkiat persoalan portabilitas, kenyamanan, dan kebiasaan yang memang sulit untuk dicarikan penggantinya. Mungkin perlu juga dilakukan skala penggunaan dan kebiasaan, apakah di antara 10 orang yang memiliki PDA (Personal Digital Assistant) yang sekarang merupakan fenomena penting dalam perjalanan digitalisasi dan multimedia, ada di atas lima orang yang membaca di atas PDA-nya.
Sekarang ini menjadi sulit untuk
melihat kecenderungan cetak-mencetak di masa yang akan datang, dan orang
pun akan merasa puas dan cukup membaca dokumen tercetak dengan kualitas
600 dpi. Jadi pada teknologi pencetakan jenis teks nantinya masih tidak
akan berubah banyak dibanding dengan yang ada sekarang di pasaran.
Semakin banyak printer laser yang ditawarkan di pasaran, semakin banyak
kertas yang dibutuhkan untuk mencetak berbagai keperluan yang tidak
pernah akan selesai.